Wednesday, December 19, 2012

Membangun Model EWS (Early Warning System) (Part 1)


Dalam membangun model EWS, ada dua pendekatan utama yang seringkali digunakan, contohnya pendekatan probit/logit dan pendekatan signaling (pemberian isyarat). Pendekatan pertama, probit/logit, biasanya diaplikasikan pada model multivarian, yang mana membolehkan melakukan pengujian signifikansi statistic pada variabel-variabel penjelas (explanatory). Model multivarian ini membutuhkan sample lebih banyak/lebih luas dan hanya dapat menampung variabel penjelas secara terbatas untuk menghindari multikolenearitas.
Di lain hal, pendekatan signaling secara berkala diaplikasikan dalam model univarian, yang meliputi pemantauan terhadap sekumpulan indicator-indikator utama yang berfrekuensi tinggi. Disebutkan bahwa indicator-indicator terpilih akan berperilaku secara berbeda-beda sebelum terjadinya krisis keuangan hingga indicator-indicator tersebut mencapai nilai batas tersendiri, yang mana sejarahnya terkait dengan awal/pertanda terjadinya krisis. Model univariat dapat bekerja lebih baik hanya dengan sample yang lebih sedikit dan memperketat dengan memberikan batasan-batasan pada jumlah variabel penjelas.
Dalam membangun model univariat, tahapan yang paling penting adalah mengidentifikasi episode-episode sejarah terjadinya krisis, lalu menguji gejala-gejala terjadinya krisis tersebut. Misalnya, model-model sebelumnya pada masalah Balance of Payments (BOP), yang diinspirasikan oleh krisis mata uang Latin Amerika pada tahun 1970, menyiratkan bahwa defisit fiskal mengakibatkan kerugian terhadap cadangan internasional yang terus-menerus dan krisis keuangan yang tajam (Krugman, 1979). Sebagaimana krisis perbankan, Calomiris dan Gorton (1991) menunjukkan bahwa krisis sebelum resesi, yang mana kemungkinan muncul ketika resesi mengikuti periode pertumbuhan angka kredit yang drastis. Dalam kasus ini, depositor dapat mencoba untuk meninjau kembali risiko dari hutang bank ketika resesi terjadi, sehingga mengakibatkan penabung/deposan melakukan penarikan besar-besaran dari institusi perbankan.
Bagi krisis likuiditas, Montiel dan Reinhart (1999) membantah bahwa kenaikan tiba-tiba pada arus modal memainkan peranan yang sangat signifikan. Misalnya, diamati bahwa selama krisis keuangan Asia, menghentikan arus masuk modal secara tiba-tiba, sebagian dipicu oleh adanya fluktuasi tingkat suku bunga pada negara-negara industrialis, tidak seperti yang diharapkan ketika arus masuk modal tersebut hanya bersifat jangka pendek. Demikian pula, McKinnon dan Pill (1996) menguji peranan arus modal dalam sebuah perekonomian pada konteks sebuah sektor perbankan yang tidak memiliki aturan dengan masalah-masalah pada asuransi deposito dan moral hazard. Mereka (McKinnon dan Pill) menyarankan bahwa arus masuk modal pada keadaan seperti itu dapat memicu siklus overlending (penyaluran pembiayaan yang berlebihan), sehingga mengakibatkan meningkatnya tingkat konsumsi dan defisit current account secara besar-besaran. Sebagai tambahan, meledaknya saham dan pasar property dipertimbangkan sebagai beberapa gejala terjadinya krisis likuiditas, dan ini sangat rentan sekali bagi institusi keuangan terutama terhadap ketidakstabilan pasar modal.
Langkah selanjutnya adalah membangun model dengan memilih indicator-indicator utama dengan merujuk pada gejala-gejala krisis yang paling disorot pada tahap pertama. Berdasarkan peraturan-peraturan yang telah dipantau/dilakukan observasi secara empiris pada sampel dari 20 negara dari tahun 1970 hingga 1995, Kaminsky (2000) membangun sebuah model EWS, atau model untuk indicator-indicator ekonomi sedang tertekan, guna meneliti permulaan dari 76 krisis keuangan dan 26 krisis perbankan selama periode sample (percobaan). Beberapa gejala dikelompokkan dan dianggap sebagai tanda-tanda lemahnya kondisi keuangan dan perbankan. Kaminsky membantah bahwa dibutuhkan melakukan perhitungan terhadap jumlah tanda-tanda kelemahan yang negative dalam rangka untuk mengukur keadaan ekonomi yang rapuh. Serangkaian indicator, yang mana dapat digunakan untuk mencerminkan kemungkinan terjadinya letusan krisis mata uang dan perbankan, dipilih berdasarkan setiap tanda-tanda kelemahannya (tabel 1). 

Tabel 1: Gejala-Gejala dan Indikator-Indikator Utama Krisis Keuangan
Gejala-Gejala
Indikator-Indikator Utama
Siklus peminjaman yang berlebihan
·         M2 multiplier
·         Rasio Kredit Domestik terhadap GDP
·         Liberalisas keuangan domestik dan internasional
Bank runs
·         Bank deposits
Kebijakan moneter
·         “kelebihan” M1 balance
Masalah current account (neraca pembayaran)
·         Ekspor
·         Impor
·         Konteks perdagangan
·         Nilai tukar real
Masalah current capital (neraca modal)
·         Cadangan
·         Rasio M2 terhadap cadangan
·         Perbedaan nilai tukar real
·         Nilai tukar real dunia
·         Hutang luar negeri
·         Arus modal
·         Hutang luar negeri jangka pendek
Pertumbuhan yang lambat
·         Output
·         Nilai tukar real domestic
·         Rasio pinjaman terhadap suku bunga deposito
·         Harga saham
Source: Kaminsky (2000)

bersambung part 2